Mulianya Kesabaran
Di dalam diri setiap orang senantiasa berkecamuk peperangan antara dua kekuatan (dorongan); dorongan agama (kebaikan) dan dorongan hawa hafsu (kejahatan). Ditinjau dari segi lemah dan kuatnya kedua kekuatan ini maka manusia terbagi kepada tiga golongan sebagai berikut.
Pertama, orang-orang yang berhasil menundukkan gejolak hawa nafsunya secara penuh sehingga dirinya tergiring kepada sikap sabar yang sempurna. Merekalah kelompok yang berhak mendapat predikat keberuntungan yang besar. Manusia yang bisa mencapai posisi istimewa ini sangat sedikit. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa merekalah orang-orang yang sangat dekat kepada Allah Swt dan telah teruji kebenaran imannya.
Kedua, orang-orang yang dikuasai sepenuhnya oleh dorongan hawa nafsu sehingga dorongan kebaikan yang ada sama sekali tidak berkutik. Dengan demikian, orang-orang yang seperti ini telah merapat ke dalam barisan tentara setan. Mereka tidak mampu melawan dorongan jahat tersebut. Mereka inilah orang-orang celaka karena bersedia menjadi budak nafsu dan kuda tunggangan syahwatnya.
Mereka juga adalah golongan yang menjadikan musuh Allah Swt sebagai raja di dalam hatinya padahal hati merupakan salah satu anugerah Allah Swt yang paling berharga. Mayoritas manusia termasuk ke dalam kelompok yang merugi di dunia dan akhirat ini. Terhadap kelompok ini Allah Swt menegaskan dalam firman-Nya
"Dan kalau Kami menghendaki niscaya Kami akan berikan kepada tiap-tiap jiwa petunjuk (bagi)nya, akan tetapi telah tetaplah perkataan dari pada-Ku, 'Sesungguhnya akan Akku penuhi neraka Jahannam itu dengan jin dan manusia bersama-sama'" (As-Sajdah: 13)
Ketiga, orang-orang yang peperangan antara kekuatan kebaikan dan kejahatan di dalam dirinya berlangsung seimbang. Terkadang dorongan yang pertamalah yang menang, tetapi pada saat lain justru sebaliknya. Orang-orang yang termasuk dalam kelompok ini adlaah mereka yang digambarkan oleh Allah Swt dalam salah satu firman-Nya
"Mereka mencampurbaurkan pekerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima tobat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Peyayang" (At-Taubah: 102)
Tentang hakikat kesabaran ini, Anas bin Malik ra meriwayatkan, "Suatu hari, Rasulullah Saw melintas di dekat seorang perempuan yang terlihat tengah menangisi sebuah kuburan.
Rasulullah Saw lalu berkata "Bertakwalah kepada Allah Swt dan bersabarlah!"
Wanita itu menjawab dengan ketus, "Menjaulah dariku karena engkau tidak merasakan kesedihan yang aku alami!"
Perempuan itu tidak mengetahui bahwa dia adalah Rasulullah Saw. Seseorang lalu berkata, "Dia adalah Rasulullah Saw"
Mendengar jawaban tersebut, wanita itu bergegas pergi ke kediaman Rasulullah Saw. Sesampainya di sana, dia berkata, "Wahai Rasulullah Saw, demi Allah Swt, aku tadi tidak tahu bahwa engkaulah yang menyapaku!"
Rasulullah Saw lalu menjawab, "Sesungguhnya (yang disebut) kesabaran itu adalah (kesabaran) pada saat-saat awal terjadinya musibah" (HR Bukhari).
Sumber: Jiwa dalam Bimbingan Rasulullah. Dr Saad Riyadh (Hlm: 133-136)